Selasa, 26 April 2016

Browse: Home / / Bersanding dalam Resepsi Perkawinan: Refleksi atas Pandangan dan Perilaku Hukum di Kota Palangka Raya

Bersanding dalam Resepsi Perkawinan: Refleksi atas Pandangan dan Perilaku Hukum di Kota Palangka Raya


Ditulis oleh : Abdul Helim

Abstrak

Pemisahan tempat persandingan bagi mempelai laki-laki dan perempuan dalam resepsi perkawinan merupakan alasan diadakannya penelitian ini. Menurut tujuh pasangan suami isteri dan tiga orang pemberi fatwa yang menjadi subjek penelitian ini bahwa haramnya menyatukan tempat persandingan karena bercampur baurnya [ikhtilāth] tamu laki-laki dan perempuan yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah, mempertontonkan mempelai [tabarruj], menuntut mahar yang tinggi, mengutamakan hadiah, kado, atau uang dari para tamu serta menaburkan beras kuning untuk memberikan semangat kepada mempelai. Hal yang disayangkan, pelaku tidak mengetahui argumentasi hukum yang digunakan, bahkan bertaklid kepada pemberi fatwa, sementara pemberi fatwa tidak memiliki argumentasi yang reliable. Pelaku hanya berargumentasi bahwa kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah sebagaimana salat serta tidak ditemukan nas membolehkan persandingan. Ikhtilāth hanya dibolehkan di pasar atau di tempat kerja karena dipraktikkan di zaman Nabi. Argumentasi ini dipandang lemah dan cenderung menjebak serta sulit diterima, sebab potensi kemudaratan antara ikhtilāth di pasar atau di tempat kerja lebih besar jika dibandingkan di acara resepsi perkawinan.

Pemberi fatwa tidak memiliki metode istinbāth sehingga fatwanya pun tampak kering dan mengalami kekacauan metodologis, seperti larangan ikhtilāth di waktu bersanding di-qiyās-kan pada larangan ber-ikhtilāth di waktu salat, sementara model tersebut termasuk qiyās fāsid, bahkan bertentangan dengan nas. Mempelai perempuan yang bersanding dipandang ber-tabarruj, sementara makna tabarruj berperilaku genit, berjalan berlenggak-lenggok dan berpenampilan seronok juga terbuka. Begitu juga menuntut mahar yang tinggi, mengutamakan hadiah, uang, atau menaburkan beras kuning, sebagai penyebab haramnya menyatukan tempat persandingan, padahal semua itu tidak berhubungan dengan persandingan, dan lebih tepatnya haramnya mengadakan resepsi perkawinan.

Kata Kunci: Bersanding, Perkawinan, Ushul Fikih dan Fatwa

Keterangan : 
Artikel lebih lengkap dapat didownload di 

Bisa juga didownload di Perpustakaan Digital IAIN Palangka Raya

Selain itu juga bisa dilihat di google scholar penulis. Klik link Abdul Helim Google Scholar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga artikel ini bermanfaat. Abdul Helim berharap anda dapat memberikan komentar, namun tolong agar menggunakan bahasa yang etis. Terima kasih


Diedit Kembali Oleh abdulhelim.blogspot.com 2021 Weblog
|Template: Awesome Inc.|Diberdayakan Oleh : Blogger