Selasa, 24 Agustus 2021

Browse: Home / / Konsep Kesaksian Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama Islam

Konsep Kesaksian Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama Islam

Konsep Kesaksian Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama Islam. Buku ini awalnya adalah hasil penelitian. Penelitian ini dilatarbelakangi karena Hukum Acara Peradilan Agama menyamakan status kesaksian laki-laki dan perempuan, sementara yang dipahami dari Alquran status kesaksian tersebut berbeda. Oleh karena itu fokus yang diteliti adalah status kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Alquran dan hukum acara Peradilan Agama, titik temu di antara keduanya, dan perspektif mashlahah terhadap kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Hukum Acara Perdata. Bahan penelitian legal research ini digali dari bahan primer, sekunder dan tersier yang kemudian dikaji melalui pendekatan tahlili, maudhu‘i dan ushul fikih serta harmonisasi. 

Kedudukan saksi dalam Alquran adalah sebagai rukun dan mesti berjumlah dua orang laki-laki. Apabila saksinya perempuan maka

dua orang perempuan sama dengan satu orang laki-laki. Ketentuan qath‘i ini mesti dilakukan seperti apa adanya karena objek kesaksiannya adalah persoalan yang penting, sehingga tanpa kehadiran saksi berakibat tidak sahnya suatu perbuatan hukum. Berbeda dengan saksi dalam Hukum Acara Perdata yang berkedudukan sebagai salah satu alat bukti yang berperan untuk membuktikan ada atau tidak adanya perbuatan hukum, sehingga status kesaksian pun tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam perspektif mashlahah saksi sebagai alat bukti mengandung kemaslahatan yang sangat besar. Samanya nilai kesaksian laki-laki dan perempuan dipandang tidak bertentangan dengan syarat mashlahah, bahkan sejalan dengan kehendak nas. Logisnya, kesaksian tidak dilihat dari siapa yang menyampaikan, melainkan dilihat dari isi keterangan yang diberikan dan apabila keterangan yang diberikan adalah hal yang sebenarnya, akurat serta kredibel bahkan dapat dipertanggungjawabkan, maka kesaksian pun dapat diterima.

JIka anda tertarik memiliki buku ini dalam bentuk file pdf, silakan download dengan cara klik link Konsep Kesaksian Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama Islam.

Buku ini juga terindek dalam google scholar. Kilk link Konsep Kesaksian Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama Islam 

Kesimpulan penelitian ini adalah :

1. Status kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Alquran adalah:

a. Kedudukan saksi dalam suatu akad atau transaksi sangat penting, bahkan Alquran memerintahkan pihak-pihak yang terkait dengan sebuah akad atau transaksi untuk menghadirkan saksi. Jika pada masa yang akan datang terjadi perselisihan maka saksi pada waktu akad atau transaksi berlangsung dapat diminta kembali untuk memberikan keterangan (preventif). Hal ini menunjukkan bahwa sebagaimana yang ditetapkan Alquran yang kemudian dijelaskan Nabi bahwa kedudukan saksi adalah sebagai rukun suatu perbuatan hukum yang tidak boleh tidak mesti ada ketika berlangsungnya akad atau transaksi;

b. Nilai kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Alquran adalah dua orang perempuan sama dengan satu orang laki-laki. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang qat}‘i>.} selain itu kemestian saksi dua orang perempuan tentu tidak terlepas dari situasi dan kondisi pada waktu itu yang memposisikan laki-laki lebih super dari pada perempuan. Selain itu pada masa tersebut dunia muamalah (bisnis) juga bukan menjadi perhatian besar kaum perempuan, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan terhadap persoalan yang disaksikannya akan lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki yang memang kehidupannya terbiasa dengan urusan muamalah. Oleh karena itu jika salah seorang dari perempuan itu ada yang lupa, maka salah seorangnya dapat mengingatkan kembali sehingga dapat memberikan kesaksian yang akurat dan kredibel.

c. Perkara-perkara yang disaksikan menurut para pakar tafsir adalah terkait dengan urusan muamalah (bisnis). Namun Imam Hanafi menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan tidak hanya berhak menjadi saksi terkait dengan mumalah tetapi berhak pula menjadi saksi pada bidang hukum keluarga seperti saksi pada akad nikah, talak atau rujuk serta termasuk semua kasus yang lain, kecuali kasus hukum yang berkaitan dengan kasus h}udu>d dan qis}a>s.

2. Status kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama adalah :

a. Kedudukan saksi dalam Hukum Acara Perdata hanya sebagai salah satu alat bukti;

b. Nilai kesaksian adalah laki-laki dan perempuan adalah sama; tidak membedakan kesaksian karena berbedanya jenis kelamin;

c. Perkara-perkara yang disaksikan adalah melingkupi semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali adanya undang-undang yang menyatakan lain. 

3. Titik temu status kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama dengan Alquran adalah :

a. Dengan berbedanya kedudukan saksi sebagai rukun dan saksi sebagai alat bukti menyebabkan berbeda pula fungsi antara keduanya. Saksi sebagai rukun menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum, sementara saksi sebagai alat bukti untuk membuktikan apakah perbuatan hukum tersebut telah dilakukan secara sah atau tidak, atau untuk membuktikan tentang ada atau tidak adanya perbuatan hukum yang telah dilakukan;

b. Istilah alat bukti tidak ditemukan dalam Alquran kecuali melalui hadis Nabi dengan lafal al-bayyinah. Kendati lafal tersebut dimaknai berbeda oleh para pakar, tetapi lafal ini dapat juga dapat dimaknai sebagai alat bukti, sehingga istilah ini pun dikenal dalam Islam;

c. Dalam Hukum Acara Perdata, yang diutamakan dalam pembuktian adalah bukti surat atau tulisan, dan apabila diperlukan pembuktian saksi, barulah saksi digunakan. Islam tidak membedakan seperti yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata, tetapi apabila dikaji Islam pun telah lama memperkenalkan pembuktian melalui dokumen sebagaimana pada Q.S. al-Baqarah [2: 282] tentang pencatatan;

d. Hukum Acara Perdata mewajibkan menghadirkan saksi, Alquran pun sejak lama mengharuskannya. Bedanya, saksi dalam Hukum Acara Perdata untuk menyampaikan kesaksian, sementara saksi dalam Alquran untuk menyaksikan akad atau transaksi yang berlangsung;

e. Apabila saksi diposisikan sebagai rukun, maka semua ulama sepakat tidak menerima saksi dari non-muslim. Berbeda halnya apabila saksi diposisikan sebagai alat bukti, maka menurut mazhab Hanafi dan Ibn Qayyim serta dalam Hukum Acara Perdata kesaksian non-muslim diterima;

f. Jumlah saksi sebagai rukun mesti dua orang laki-laki dan jika tidak ada saksi dapat dilakukan oleh satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Berbeda apabila saksi sebagai alat bukti, maka yang diutamakan adalah kredibilitas keterangan yang diberikan sehingga siapa pun berhak memberikan kesaksian, bahkan tidak membedakan jenis kelamin.

4. Status kesaksian laki-laki dan perempuan dalam Hukum Acara Perdata perspektif mas}lah}ah adalah :

a. Kedudukan saksi sebagai alat bukti termasuk kajian mas}lah}ah al-mursalah yakni tidak ditemukan secara eksplisit nas memberikan dukungan atau pun menolaknya, tetapi apabila dikaji kembali secara keseluruhan, eksistensi saksi sebagai alat bukti mengandung kemaslahatan yang sangat besar dan secara general, nas memberikan dukungan terhadap saksi sebagai alat bukti;

b. Persamaan nilai kesaksian laki-laki dan perempuan sebagai alat bukti tampaknya tidak bertentangan dengan beberapa ukuran standar metode mas}lah}ah. Selain itu, yang dilihat bukan siapa yang memberikan kesaksian beserta jumlah saksi karena berbedanya jenis kelamin, tetapi yang menjadi perhatian utama adalah materi kesaksian yang diberikan. Apabila materi kesaksian tersebut adalah yang sebenarnya, akurat dan kredibel serta dapat dipertanggungjawabkan, maka pembuktian tersebut diterima




  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga artikel ini bermanfaat. Abdul Helim berharap anda dapat memberikan komentar, namun tolong agar menggunakan bahasa yang etis. Terima kasih


Diedit Kembali Oleh abdulhelim.blogspot.com 2021 Weblog
|Template: Awesome Inc.|Diberdayakan Oleh : Blogger