Rabu, 04 Agustus 2021

Browse: Home / / Legislasi Syari'at sebagai Bentuk Ijtihad Kolektif

Legislasi Syari'at sebagai Bentuk Ijtihad Kolektif


Selama ini syariat hanya dipahami sebagai segala peraturan Allah baik yang menyangkut akidah, akhlak atau fiqh. Namun sebenarnya sejak lama bahasa syariat ini direduksi hanya untuk menunjukkan kepada makna fiqh. Telah diketahui, fiqh adalah hasil ijtihad para mujtahid, tetapi ia bersumber dari Alquran dan Sunnah. Sedangkan undang-undang yang berlaku di Indonesia juga termasuk hasil pemikiran, namun ia bukan bersumber sebagaimana sumber fiqh, tetapi masih dipengaruhi bahkan meneruskan warisan kolonial.

Kini apa bedanya hukum-hukum tersebut dengan fiah -selanjutnya disebut syariat- sementara semua orang mengetahui bahwa kompetensi, kredibilitas, integrasi antara keimanan dan keilmuan para mujtahid jauh lebih tinggi daripada perumus dan penerus warisan tersebut. Berdasarkan hal ini,

sebenarnya tidak ada argumentasi lagi untuk menolak legislasi atau tasyri' syariat Islam menjadi Undnag-Undang positif Islam di Indonesia. Sebab dalam kesehariannya setiap orang tidak pernah lepas dari syariat bahkan setiap detik tarikan nafasnya ia selalu bersentuhan dengan syariat.

Selain itu proses legislasi ini sebenarnya lebih ringan daripada yang dilakukan para mujtahid terdahulu dalam menemukan hukum. Sebab yang dinamakan legislasi atau tasyri' syariat untuk ditetapkan menjadi hukum positif hanya "memetik" hasil pemikiran syariat yang terdapat dalam berbagai kitab mujtahid terdahulu. Namun demikian, proses ini tetap dinamakan ijtihad dan pelakunya juga dinamakan mujtahid, hanya saja tingkatan ijtihadnya pada tataran ijtihad tahqiq al-manath atau ijtihad takhrij yang kemudian dilakukan dengan ijtihad tarjihi atau dalam istilah lain disebut ijtihad tathbiqi.

Kendati tingkatan ijtihad yang dilakukan berbeda dengan tingkatan ijtihad para mujtahid terdahulu tetapi tidak semua orang dapat melakukannya. Walaupun demikian, sebagai bangsa yang mayoritas tentunya tidak sedikit di antara masyarakat Islam yang berptensi sesuai atau tidak jauh berbeda dengan kriteria-kriteria seorang mujtahid. Hal ini dipastikan tidak lepas dari peran pemerintah dan layaknya apabila proses ini diserahkan sepenuhnya kepada para ulama atau mujtahid di Indonesia.  

Tertarik dengan artikel ini?. Silakan download gratis di link berikut. Legislasi Syari'at sebagai Bentuk Ijtihad Kolektif .

Artikel ini juga terindek di google scholar. Legislasi Syari'at sebagai Bentuk Ijtihad Kolektif.         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga artikel ini bermanfaat. Abdul Helim berharap anda dapat memberikan komentar, namun tolong agar menggunakan bahasa yang etis. Terima kasih


Diedit Kembali Oleh abdulhelim.blogspot.com 2021 Weblog
|Template: Awesome Inc.|Diberdayakan Oleh : Blogger